Langsung ke konten utama

Alarm Alam terhadap Perubahan Iklim

Gambar 1. Indonesia Negara Maritim. Sumber: smarttrip.ru
Dianugerahi alam yang luar biasa indah, aman, damai, dan subur. Demikianlah Indonesia disebut di mata dunia. Namun, tak disangka negara dengan kekayaan sumber daya alam yang beraneka ragam ini ternyata adalah penghasil gas emisi rumah kaca ketiga terbesar di dunia. WWF Indonesia (1999) memperkirakan, temperatur akan meningkat 1,30˚ C sampai dengan 4,60˚ C pada tahun 2100 dengan tren sebesar 0,10˚ C - 0,40˚ C per tahun. Tidak hanya itu, pemanasan global akan menaikkan muka air laut sebesar 100 cm pada 2100. Oleh karena itu, dalam konferensi PBB tentang perubahan iklim tahun 2007 yang lalu di Bali, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada 2020 sebesar 26% dari BAU (business as usual) dengan upaya sendiri dan sebesar 41 % dengan bantuan internasional.

Pemanfaatan hutan secara tidak lestari, sebagaimana digambarkan oleh pakar ekonomi lingkungan Jose I. Dos dan R. Furtado merupakan ancaman yang dapat melenyapkan persediaan modal alam. Pada gilirannya kemudian merembet dengan merusak berbagai fungsi ekologis dan jasa penting yang disediakan oleh hutan. Di Indonesia sendiri, areal hutan semakin menipis karena pemanfaatan hutan secara berlebihan demi kelancaran pembangunan negara ini yang sebenarnya menimbulkan dampak kerusakan yang serius.


Efek pemanasan global yang kian terasa memanaskan negeri ini diakibatkan menipisnya hutan-hutan yang seharusnya dapat melindungi. Akan tetapi, berbagai keuntungan yang dimiliki Indonesia justru membuat oknum-oknum tak bertanggung jawab perlahan tapi pasti merusak alam Indonesia. Perusakan yang dilalukan seringkali “dilegalkan” dengan dalih mata uang dan bertahan hidup. Ironis namun keadaan yang ada sudah demikian. Selain itu, Indonesia diyakini bakal menghadapi lebih dari 300 gelombang panas setiap tahun. 

Nasib serupa akan dialami Filipina, Brazil, Venezuela, Sri Lanka, India, Australia dan Nigeria. "Dengan temperatur dan kelembapan yang tinggi, hanya butuh sedikit pemanasan untuk mengubah cuaca menjadi mematikan," kata Camilo Mora, Guru Besar Biologi di Universitas Hawaii.


Gambar 2. Illegal Logging. Sumber: img.antaranews.com

Letak geografis Indonesia menjadikannya  semakin rawan terhadap berbagai bencana alam yang terjadi karena perubahan iklim. Hal ini sudah seharusnya menjadi pokok penting permasalahan yang memerlukan penanganan serius. Jangan justru ketika akhirnya alam mulai marah, tidak terima, dan balas mengamuk pada kita. Wajah kita justru memelas minta dikasihani seolah kemarin bukan kita yang merusak pondasi alam yang menjaga kita. Longsor, banjir, erosi yang menelan korban jiwa dan harta pun tak terelakkan.

Semakin banyaknya alarm yang alam berikan, semakin harusnya kita sadari, banyak dari kita yang ternyata lupa bahwa oksigen yang kita hirup berasal dari paru-paru hutan. Ya, paru-paru hutan yang kita tebangi dengan membabi buta dan kita racuni dengan polusi yang tidak putus-putus. Sekali lagi dengan dalih kemajuan dunia. Adapun menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), 2012, Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa, merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap ancaman dan dampak dari perubahan iklim. 
Gambar 3. Longsor. Sumber: wscdn.bbc.co.uk


Salah satu alarm yang diberikan oleh alam kembali terjadi di berbagai wilayah Indonesia akhir November 2017. Sebut saja cuaca ekstrem yang telah menyebabkan banjir, longsor, dan puting beliung di 28 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali. Ribuan rumah, ribuan hektar lahan pertanian, dan fasilitas publik ppun terendam banjir. Dampak siklon tropis Cempaka yang terjadi di sebagian pulau Jawa diperkirakan berakhir 2 Desember 2017 ini. Sementara diketahui ada 19 orang meninngal menjadi korban keganasan badai ini dan kerugian dan kerusakan ekonomi diperkirakan triliunan rupiah.

Dalam menghadapai bencana alam yang terjadi, Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Joni Hermana mengatakan, kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai bencana tergolong masih sangat rendah, sehingga edukasi mengenai bencana harus lebih banyak dilakukan mulai saat ini.

“Sangat kurang ya, jadi perlu proses pendidikan yang besar untuk masyarakat supaya mereka memahami bahwa bukan bencananya yang berbahaya, tetapi sikap kita terhadap bencana yang menyebabkan berbahaya, misalnya sudah tahu itu daerah yang rawan tapi kita kok kita tinggal disitu. Nah, hal-hal yang sifatnya seperti itu yang perlu edukasi,” kata Joni Hermana.

Lalu kini, bagaimana cara kita bersikap. Jangan salahkan alam yang menggulung. Telusurilah bagaimana alamnya diperlakukan. Kini, ketika mulai timbul benih-benih bencana atas kecerobohan terencana yang kita perbuat. Mengapa justru terkaget-kaget? Pesan sederhana namun dapat berdampak luas. Harusnya kita peka. Kita harus melakukan perubahan, memperbaiki yang masih bisa diperbaiki, sebelum benar-benar terlambat. 





Sumber:

Ika Marieska M. Tanro. Universitas Hasanuddin. 2015
Zika Zakiya by National Geographic News, BNPB, IUWASH
http://www.academia.edu/9110034/ILLEGAL_LOGGING_PEMANFAATAN_ALAM_YANG_BERDAMPAK_PADA_GLOBAL_WARMING
https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hutan/dampak-penebangan-hutan-secara-liar
http://www.bbc.com/indonesia/trensosial-42163588
https://www.youtube.com/watch?v=Y2dj8CgzV9A

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Komunikasi Antar Budaya dan Komunikasi Lintas Budaya

Komunikasi antarbudaya dan komunikasi lintas budaya merupakan bentuk komunikasi heterofilus (heterophilus communication ) yang wajar terjadi di era globalisasi seperti saat ini. Komunikasi heterofilus merupakan proses komunikasi yang terjadi di antara individu-individu yang memiliki perbedaan satu sama lain. Komunikasi antar budaya (intercultural communication) merupakan kajian komunikasi yang berfokus pada praktik komunikasi interpersonal yang terjadi di antara individu-individu yang memiliki perbedaan latar belakang kultural. Unit analisis yang ada dalam kajian ini adalah relasi dan praktik komunikasi interpersonal di antara mereka. Bentuk-bentuk komunikasi antarbudaya antara lain komunikasi antara suku bangsa yang berbeda, kelompok agama yang berbeda, negara-negara yang berbeda, subkultur yang berbeda, serta jenis kelamin yang berbeda. Contoh komunikasi antarbudaya: Komunikasi antara orang Jawa dan orang Batak; Komunikasi antara pemeluk agama Islam dan pemeluk agama

Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Antarpribadi

Sama halnya dengan bahasa verbal, pesan-pesan nonverbal pun terikat pada lingkungan budaya tempat komunikasi berlangsung. Oleh sebab itu, dalam komunikasi antarpribadi yang banyak menggunakan pesan-pesan nonverbal, diperlukan juga pemahaman atas lingkungan budaya tempat kita berkomunikasi. Tanpa memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai ada kemungkinan komunikasi nonverbal disalahartikan atau disalahtafsirkan. Karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui pengertian, fungsi dan jenis-jenis komunikasi nonverbal yang biasa kita pergunakan dalam komunikasi sehari-hari. Komunikasi nonverbal ini pun sangat penting dipahami karena banyak dipergunakan dalam menampilkan dan menjaga citra seseorang. Dalam pemilihan kepala daerah misalnya, seorang kandidat diharapkan tampil dalam gambaran sosok tertentu yang sesuai dengan harapan masyarakat di daerah tersebut. Dengan komunikasi nonverbal pulalah seorang dosen dapat menjelaskan materi pembelajarannya dengan komunikasi nonverbal. Sel

Evaluasi Program Hubungan Masyarakat

Oleh: Umi Muthiah Syahirah Mata Kuliah: Hubungan Masyarakat Evaluasi program humas (hubungan masyarakat) bagi humas sendiri bermanfaat untuk menghindari kesalahan berulang-ulang, pekerjaan lebih terkonsentrasi, penentuan estimasi biaya atau pun sumber daya manusia, serta waktu lebih efisien. Manfaat evaluasi bagi program humas menurut Gregory (2001) sebagai berikut a. Memfokuskan usaha Jika kita tahu bahwa pengukuran akan dilakukan berdasarkan jumlah target yang disetujui, kita akan memfokuskan diri pada hal-hal yang penting dan meletakkan hal-hal sekunder dalam pengawasan. b. Menunjukkan keefektifan Jika berhasil mencapai apa yang telah ditetapkan, tidak ada seorang pun yang dapat menariknya kembali. Dengan demikian, kita bias menunjukkan nilai kita. c. Memastikan efesiensi biaya Karena kita berkonsentrasi pada hal-hal yang menjadi prioritas,kita akan menggunakan anggaran dan waktu (yang juga berarti uang) untuk hal-hal yang berarti dan memberikan hasil yang bagus.