Langsung ke konten utama

Cara Pandang dalam Memilih Pemimpin



Oleh: Umi Muthiah Syahirah

Mata Kuliah: Psikologi Komunikasi



Ada beragam cara yang ditempuh orang untuk menemukan pemimpin. Paling tidak, ada tiga cara pandang tentang siapa yang pantas memimpin, yaitu:

§ Pendekatan bahwa pemimpin yang baik dilahirkan
  • Ini adalah cara pandang yang tradisional karena melihat kepemimpinan membutuhkan bakat atau sesuatu yang diwariskan. Dalam hal ini, pemimpin yang baik tidak diciptakan melainkan dilahirkan. Asumsinya adalah kecakapan memimpin hanya dimiliki orang-orang yang dilahirkan dengan kecakapan itu dan tidak akan dimiliki orang –orang yang tidak dilahirkan dengan kecakapan itu. Contoh: Sistem kepemimpinan pada masa lalu di kebanyakan daerah di Indonesia sebelum kemerdekaan yaitu di kerajaan-kerajaan Nusantara, jauh sebelum Indonesia merdeka..

§ Pendekatan bahwa kepemimpinan adalah soal gaya

Pendekatan ini memperhatikan keberhasilan pemimpin akan tergantung pada gaya kepemimpinannya. Klasifikasi gaya kepemimpinan menurut White dan Lippit terdiri dari (1) otoriter, (2) demokratis, dan (3) laissezfaire.

  • Pemimpin otoriter bertindak sebagai diktator, membuat tujuan dan kebijakan, membentuk tim dan tugas, dan menjaga jarak dengan anggota. Contohnya: kepemimpinan di Korea Utara, Belarusia, dan Malaysia.
  • Pemimpin demokratik memberi pedoman/bimbingan tetapi membolehkan anggota untuk membuat kebijakan dan tujuan, serta menentukan penempatan tugas dan tim. Contohnya: kepemimpinan di Indonesia sekarang, Norwegia, Islandia, Denmark, dan Selandia Baru.
  • Sedangkan Pemimpin laissezfaire (dalam istilah Prancis untuk “membiarkan [mereka] untuk melakukan”) member kebebasan sepenuhnya kepada kelompok. Pada bentuk kepemimpinan ini, partisipasi pemimpin adalah minimal. Contohnya: kepemimpinan di Austria dan Chicago.

§ Pendekatan kontekstual

  • Pendekatan ini memandang kepemimpinan sebagai hasil totalitas kemampuan individu (yang diwariskan ditambah dengan yang dipelajari), tujuan kelompok, tekanan terhadap kelompok dari luar, dan cara anggota kelompok berbicara, serta bekerjasama.










Sumber:

BMP SKOM 4317 Psikologi Komunikasi

http://www.anakregular.com/2015/06/5-negara-paling-demokratis-di-dunia.html

https://ms.wikipedia.org/wiki/Laissez-faire

https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#q=negara+diktator

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Komunikasi Antar Budaya dan Komunikasi Lintas Budaya

Komunikasi antarbudaya dan komunikasi lintas budaya merupakan bentuk komunikasi heterofilus (heterophilus communication ) yang wajar terjadi di era globalisasi seperti saat ini. Komunikasi heterofilus merupakan proses komunikasi yang terjadi di antara individu-individu yang memiliki perbedaan satu sama lain. Komunikasi antar budaya (intercultural communication) merupakan kajian komunikasi yang berfokus pada praktik komunikasi interpersonal yang terjadi di antara individu-individu yang memiliki perbedaan latar belakang kultural. Unit analisis yang ada dalam kajian ini adalah relasi dan praktik komunikasi interpersonal di antara mereka. Bentuk-bentuk komunikasi antarbudaya antara lain komunikasi antara suku bangsa yang berbeda, kelompok agama yang berbeda, negara-negara yang berbeda, subkultur yang berbeda, serta jenis kelamin yang berbeda. Contoh komunikasi antarbudaya: Komunikasi antara orang Jawa dan orang Batak; Komunikasi antara pemeluk agama Islam dan pemeluk agama

Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Antarpribadi

Sama halnya dengan bahasa verbal, pesan-pesan nonverbal pun terikat pada lingkungan budaya tempat komunikasi berlangsung. Oleh sebab itu, dalam komunikasi antarpribadi yang banyak menggunakan pesan-pesan nonverbal, diperlukan juga pemahaman atas lingkungan budaya tempat kita berkomunikasi. Tanpa memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai ada kemungkinan komunikasi nonverbal disalahartikan atau disalahtafsirkan. Karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui pengertian, fungsi dan jenis-jenis komunikasi nonverbal yang biasa kita pergunakan dalam komunikasi sehari-hari. Komunikasi nonverbal ini pun sangat penting dipahami karena banyak dipergunakan dalam menampilkan dan menjaga citra seseorang. Dalam pemilihan kepala daerah misalnya, seorang kandidat diharapkan tampil dalam gambaran sosok tertentu yang sesuai dengan harapan masyarakat di daerah tersebut. Dengan komunikasi nonverbal pulalah seorang dosen dapat menjelaskan materi pembelajarannya dengan komunikasi nonverbal. Sel

Evaluasi Program Hubungan Masyarakat

Oleh: Umi Muthiah Syahirah Mata Kuliah: Hubungan Masyarakat Evaluasi program humas (hubungan masyarakat) bagi humas sendiri bermanfaat untuk menghindari kesalahan berulang-ulang, pekerjaan lebih terkonsentrasi, penentuan estimasi biaya atau pun sumber daya manusia, serta waktu lebih efisien. Manfaat evaluasi bagi program humas menurut Gregory (2001) sebagai berikut a. Memfokuskan usaha Jika kita tahu bahwa pengukuran akan dilakukan berdasarkan jumlah target yang disetujui, kita akan memfokuskan diri pada hal-hal yang penting dan meletakkan hal-hal sekunder dalam pengawasan. b. Menunjukkan keefektifan Jika berhasil mencapai apa yang telah ditetapkan, tidak ada seorang pun yang dapat menariknya kembali. Dengan demikian, kita bias menunjukkan nilai kita. c. Memastikan efesiensi biaya Karena kita berkonsentrasi pada hal-hal yang menjadi prioritas,kita akan menggunakan anggaran dan waktu (yang juga berarti uang) untuk hal-hal yang berarti dan memberikan hasil yang bagus.